Daftar isi konten
ToggleUnpaid leave atau cuti tak dibayar merupakan istilah yang banyak ber-seliweran akhir-akhir ini. Pasalnya, kebijakan baru pemerintah mengenai penanganan Covid-19 berdampak pada kondisi perusahaan, bahkan hingga menyebabkan beberapa perusahaan collapse. Namun tidak bisa dipungkiri, kondisi pandemi yang berujung pada kematian ini membuat pemerintah terpaksa menerapkan kebijakan tersebut.
Collapse-nya kondisi perusahaan menyebabkan beberapa perusahaan mengambil langkah konkrit demi menjaga stabilitas perusahaan, salah satunya adalah melakukan unpaid leave pada pekerja atau karyawannya. Istilah unpaid leave sendiri sebetulnya sudah diatur dan diberlakukan sejak lama sebelum merebaknya wabah Covid-19. Namun, praktik unpaid leave yang banyak diterapkan oleh beberapa perusahaan baru-baru ini, membuat istilah unpaid leave semakin banyak dikenal.
Mengetahui Apa Itu Unpaid Leave dan Hukum yang Mendasarinya
Secara harfiah, unpaid leave atau cuti tak dibayar adalah ketidakhadiran sementara. Istilah ini merujuk pada kondisi dimana pekerja/karyawan diberikan izin oleh pihak perusahaan untuk tidak bekerja sementara waktu serta tidak menerima upah, tunjangan, dan fasilitas perusahaan lainnya selama masa cuti berlangsung.
Unpaid leave akan dilaksanakan berdasarkan kesepakatan dari kedua belah pihak, yakni pihak pekerja dan pihak karyawan. Selain itu, biasanya unpaid leave diajukan oleh pihak pekerja atau karyawan kepada perusahaannya. Selama masa cuti berlangsung, pihak karyawan dan pihak perusahaan tetap terikat hubungan kerja.
Dalam Undang-undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 telah diatur mengenai cuti karyawan, seperti cuti tahunan, cuti penting, cuti haid, serta cuti melahirkan. Adapun hukum yang mendasari perihal unpaid leave atau cuti tak dibayar yakni pasal 93 ayat (1) yang berbunyi “Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan”. Pasal tersebut tidak secara rinci menjelaskan mengenai kondisi yang memperbolehkan unpaid leave, namun pasal tersebut membuat karyawan boleh mengajukan unpaid leave dengan alasan pribadi yang rinciannya tidak diatur oleh UU Ketenagakerjaan.
Peraturan unpaid leave sendiri berbeda-beda di setiap perusahaan. Tidak seperti jenis cuti yang lain, masa cuti atau lamanya cuti tak dibayar atau unpaid leave ini tidak diatur dalam UU Ketenagakerjaan, sehingga persetujuan serta lamanya unpaid leave akan diatur kembali berdasarkan kebijakan perusahaan masing-masing.
Tentang Unpaid Leave di Masa Pandemi
Kondisi pandemi akibat Covid-19 merupakan kondisi yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Untuk mencegah penyebaran Covid-19 secara masif, pemerintah menerapkan aturan-aturan tertentu yang berdampak pada kondisi ekonomi, termasuk ekonomi perusahaan.
Bagi pihak perusahaan, unpaid leave merupakan langkah terbaik yang bisa diambil demi menjaga stabilitas perusahaan. Namun, penerapan unpaid leave sendiri dianggap merugikan bagi pihak pekerja. Pasalnya, pekerja yang terkena kebijakan unpaid leave tidak akan menerima upah dari pihak perusahaan.
Menanggapi kondisi tersebut, Menteri Ketenagakerjaan menerbitkan Surat Edaran (SE) Menaker Nomor M/3/HK.04/III/2020 yang di dalamnya terdapat salah satu poin mengenai pembatasan kegiatan usaha akibat kebijakan pemerintah di daerah guna pencegahan dan penanggulangan Covid-19. Pembatasan kegiatan usaha tersebut mengakibatkan sebagian atau seluruh pekerjanya tidak masuk kerja demi kelangsungan usaha, sehingga pihak perusahaan dapat melakukan perubahan besaran upah dan cara pembayaran upah, namun perubahan tersebut harus dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pihak pengusaha dengan pekerja.
Berdasarkan surat edaran tersebut, secara tidak langsung dapat disimpulkan bahwa unpaid leave atau cuti tidak dibayar tanpa penunaian atau pembayaran gaji kepada karyawan harus disetujui oleh kedua belah pihak, yakni pihak pekerja/buruh dengan pihak perusahaan.